Jumat, 25 Juli 2008

Penjelasan Maulana Ilyas tentang Silahturahmi di Jalan Allah

Maulana Muhammad Ilyas berkata " Bersilahturahmi di antara Muslim dengan muslim adalah semata-mata untuk pengembangan agama Islam. Jika tidak, maka apa bedanya pertemuan itu dengan pertemuan dengan non muslim? Silahkan Anda tinggal di sini beberapa hari dan telitilah kerja kami. Tanpa hal itu maka sangatlah sulit untuk dapat memahami kerja kami dan sangat sulit untuk memahami tujuan kami ini.

Intinya adalah menghidupkan kembali hubungan muhammadiyyah yang sudah mati dan siap berjuang mati-matian dalam usaha ini.

Pada mulanya saya mengajar di pesantren, maka banyak sekali santri-santri yang datang. Dan banyak santri-santri yang memiliki persiapan yang bagus telah berdatangan. Saya berpikir, apa hasil lainnya dalam usaha saya ini, dimana orang datang ke madrasah untuk menjadi seorang alim, akhirnya sebagian mereka belajar kedokteran dan menjadi tabib, dan sebagian lagi mengikuti ujian universitas untuk menjadi pegawai. Tidak ada yang lebih dari itu.

Maka setelah memikirkan hal ini, semangat saya pun menurun. kemudian saya di izinkan oleh guru saya untuk membimbing dzikir para santri. Orang-orang yang datang demikian cepat mendapat manfaat kaifiyat dan keadaan wirid. bahkan saya sendiri heran. Kemudian mulailah saya berpikir "apa yang akan terjadi selanjutnya?". Paling tinggi ia akan mempunyai murid-murid yang dididik dalam dzikir meneruskan silsilahnya.

Setelah saya memikirkan hal ini, akhirnya semangat saya pun berpaling dari usaha tersebut. Kemudian saya mengambil keputusan bahwa saya harus mengambil kesibukan sebagaimana Rasulullah saw telah menggunakan seluruh kemampuannya dalam kesibukan tersebut.

Kerjanya adalah membawa hamba-hamba Allah, khususnya mereka yang lalai dari dzikir dan enggan terhadap agama, didekatkan kepada Allah ta'ala. Dan menghidupkan semangat agama, sehingga mereka rela berkorban jiwa semata-mata untuk agama.

Inilah usaha kami, dan inilah yang selalu kami katakan pada semua orang. Melalui usaha ini setiap muslim dapat menjadi madrasah dan latihan dzikir yang bergerak. Dan nikmat-nikmat yang telah dibawa oleh Rasulullah saw akan terbagi secara umum.

Rabu, 02 Juli 2008

Hakekat Allah

Tuhan atau Allah hakekatnya adalah cermin bagi diri manusia karena DIA menjadikan cermin ini sebagai jembatan antara manusia dan DIA. DIA yang sering disalah artikan yakni disamakan dengan Tuhan atau Allah, padahal DIA adalah ESA. Esa artinya tidak berbilang, tidak ternamakan, tidak terfikirkan,tidak pula terusahakan,tidak terkenali. DIA satu-satunya ZAT, satu-satunya yang mampu.Yang lainnya bukan zat dan tidak berkemampuan, tidak pernah mampu memohon/berdoa kepada DIA, dan tidak pantas DIA menerima doa/permohonan, karena DIA adalah ABSOLUT tidak mengalami usaha/perbuatan, tidak mengalami proses berfikir, sehingga DIA tidak pernah terkait hubungan sebab-akibat/perbuatan. Sebaliknya manusia adalah kumpulan USAHA/proses berfikir dan terkait hubungan sebab akibat dari kumpulan keinginan/pengorbanan, bukan kemampuan dan zat sebagaimana DIA. Tuhan atau Allah adalah cermin yang dapat difikirkan dan dapat dirasakan, dan mempunyai nama dan sifat yang dapat dikenali manusia sekaligus karena Allah adalah cermin, maka Allah adalah titik terdekat manusia dengan DIA. Dengan demikian perintah beriman kepada Allah semestinya diartikan bahwa manusia hendaklah berusaha membuktikan adanya cermin (Allah) dalam dirinya dimana ia bercermin dan mengenali dirinya sehingga ia menerima tanda-tanda adanya DIA. Al Quran adalah siarnya Allah kepada manusia yang menjelaskan fungsi CERMIN agar manusia tidak bercermin kepada selain Allah, dalam usaha manusia mencari tanda-tanda adanya DIA. Semestinya manusia berdoa demikian “ Dengan menyebut nama Allah (BERCERMIN) agar diberikan kebaikan didunia dan di akhirat”. Perkataan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ mengandung arti “ dengan menyebut nama Allah (BERCERMIN) agar mendapatkan Kasih dan Sayang". Jadi sebenarnya ,kebaikan dunia dan akhirat, pengasih dan penyayang itu ada dalam diri manusia sendiri. Dengan demikian semua sifat atau perbuatan mengasihi, menyayangi, mencipta, menguasai, melihat, mengetahui, dsb adalah murni sifat manusia, yakni hasil fikiran yang terkait proses sebab akibat. Adalah salah menyatakan bahwa DIA bersifat dan berbuat, bahkan energi/kekuatan untuk melakukan semua sifat dan perbuatan itu hanyalah DIA, karena itu DIA lah satu-satunya ZAT dan yang Mampu.

Allah adalah esensi syahadat. Syahadat adalah esensi ikhlas. Ikhlas adalah esensi sabar. Sabar adalah esensi lindungan, dan kasih sayang Allah. lindungan Allah adalah esensi ibadah, dan kasih sayang Allah adalah esensi amal shaleh. Allah adalah CERMIN -- yang menampilkan citra/bayangan benda didepannya dengan apa adanya, agar manusia yang melihat ke cermin tsb, mendapati dirinya sendiri --mengenali dirinya sendiri--. Menyembah DIA adalah mustahil, karena DIA diluar fikiran manusia, DIA adalah ESA/HAQ, ZAT yang MAMPU dan BENAR. semua bentuk ibadah semestinya(sholat, dzikir, puasa dll) bertujuan agar manusia senantiasa menaati Allah (bercermin), karena sebelumnya fikiran dan hawa nafsu manusia telah menguji dirinya sendiri, dan hasilnya adalah bahwa fikiran dan hawa nafsu TIDAK PERNAH BENAR-BENAR MAMPU dalam hal apapun. karena itu, Sholat yang maknanya mengingat Allah sesungguhnya adalah bercermin diri (bagi fikiran dan hawa nafsu), dan jika tidak diikuti (tidak bercermin diri) maka menurut fikiran dan hawa nafsu Allah telah MATI. dan yang rugi hanyalah manusia sendiri.