Rabu, 02 Juli 2008

Hakekat Allah

Tuhan atau Allah hakekatnya adalah cermin bagi diri manusia karena DIA menjadikan cermin ini sebagai jembatan antara manusia dan DIA. DIA yang sering disalah artikan yakni disamakan dengan Tuhan atau Allah, padahal DIA adalah ESA. Esa artinya tidak berbilang, tidak ternamakan, tidak terfikirkan,tidak pula terusahakan,tidak terkenali. DIA satu-satunya ZAT, satu-satunya yang mampu.Yang lainnya bukan zat dan tidak berkemampuan, tidak pernah mampu memohon/berdoa kepada DIA, dan tidak pantas DIA menerima doa/permohonan, karena DIA adalah ABSOLUT tidak mengalami usaha/perbuatan, tidak mengalami proses berfikir, sehingga DIA tidak pernah terkait hubungan sebab-akibat/perbuatan. Sebaliknya manusia adalah kumpulan USAHA/proses berfikir dan terkait hubungan sebab akibat dari kumpulan keinginan/pengorbanan, bukan kemampuan dan zat sebagaimana DIA. Tuhan atau Allah adalah cermin yang dapat difikirkan dan dapat dirasakan, dan mempunyai nama dan sifat yang dapat dikenali manusia sekaligus karena Allah adalah cermin, maka Allah adalah titik terdekat manusia dengan DIA. Dengan demikian perintah beriman kepada Allah semestinya diartikan bahwa manusia hendaklah berusaha membuktikan adanya cermin (Allah) dalam dirinya dimana ia bercermin dan mengenali dirinya sehingga ia menerima tanda-tanda adanya DIA. Al Quran adalah siarnya Allah kepada manusia yang menjelaskan fungsi CERMIN agar manusia tidak bercermin kepada selain Allah, dalam usaha manusia mencari tanda-tanda adanya DIA. Semestinya manusia berdoa demikian “ Dengan menyebut nama Allah (BERCERMIN) agar diberikan kebaikan didunia dan di akhirat”. Perkataan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ mengandung arti “ dengan menyebut nama Allah (BERCERMIN) agar mendapatkan Kasih dan Sayang". Jadi sebenarnya ,kebaikan dunia dan akhirat, pengasih dan penyayang itu ada dalam diri manusia sendiri. Dengan demikian semua sifat atau perbuatan mengasihi, menyayangi, mencipta, menguasai, melihat, mengetahui, dsb adalah murni sifat manusia, yakni hasil fikiran yang terkait proses sebab akibat. Adalah salah menyatakan bahwa DIA bersifat dan berbuat, bahkan energi/kekuatan untuk melakukan semua sifat dan perbuatan itu hanyalah DIA, karena itu DIA lah satu-satunya ZAT dan yang Mampu.

Allah adalah esensi syahadat. Syahadat adalah esensi ikhlas. Ikhlas adalah esensi sabar. Sabar adalah esensi lindungan, dan kasih sayang Allah. lindungan Allah adalah esensi ibadah, dan kasih sayang Allah adalah esensi amal shaleh. Allah adalah CERMIN -- yang menampilkan citra/bayangan benda didepannya dengan apa adanya, agar manusia yang melihat ke cermin tsb, mendapati dirinya sendiri --mengenali dirinya sendiri--. Menyembah DIA adalah mustahil, karena DIA diluar fikiran manusia, DIA adalah ESA/HAQ, ZAT yang MAMPU dan BENAR. semua bentuk ibadah semestinya(sholat, dzikir, puasa dll) bertujuan agar manusia senantiasa menaati Allah (bercermin), karena sebelumnya fikiran dan hawa nafsu manusia telah menguji dirinya sendiri, dan hasilnya adalah bahwa fikiran dan hawa nafsu TIDAK PERNAH BENAR-BENAR MAMPU dalam hal apapun. karena itu, Sholat yang maknanya mengingat Allah sesungguhnya adalah bercermin diri (bagi fikiran dan hawa nafsu), dan jika tidak diikuti (tidak bercermin diri) maka menurut fikiran dan hawa nafsu Allah telah MATI. dan yang rugi hanyalah manusia sendiri.

4 komentar:

azzahra mengatakan...

Dalam proses mengenal dan mendekat kan diri pada Allah yakni menuju ma'ribatullah sangat penting kita banyak membaca dan merenung dlm usaha mengenal Illahi yang tentunya berusaha maksimal mengimplementasikan syariat.

sunarto mengatakan...

@admin_ sya bnar kurang paham tentang statemen anda. mungkin ilmu sya yg sungguh masih sangat mendasar. apakah bisa dsimpulkan lebih jelas lagi?

Anonim mengatakan...

Asslmkm...saya yg dhoif tentu sangat setuju apa yg menjadi tulisan sahabat tersebut, jelas dan sangat kena di nalar, sesungguhnya memang kita harus mengetahui jati diri kita dan berbagai jalan dapat di tempuh melalui ilmu para sufi untuk ber ma'rifat pada Allah SWT melalui tarikhat sebagai jalan menuju kesempurnaan diri kembali kepada Allah...

RS Iqball mengatakan...

Asslmkm...saya yg dhoif tentu sangat setuju apa yg menjadi tulisan sahabat tersebut, jelas dan sangat kena di nalar, sesungguhnya memang kita harus mengetahui jati diri kita dan berbagai jalan dapat di tempuh melalui ilmu para sufi untuk ber ma'rifat pada Allah SWT melalui tarikhat sebagai jalan menuju kesempurnaan diri kembali kepada Allah...